Undang-Undang Pendidikan Tinggi (Dikti) hingga saat ini masih menimbulkan pro dan kontra kalangan masyarakat tertentu. Kurangnya pemahaman secara integral mengenai isi UU tersebut menjadi salah satu alasan munculnya penolakan itu.

Namun kalau dipahami secara utuh, kemungkinan untuk menolak sangat kecil. Isinya sudah mencangkup semua persoalan pendidikan di Indonesia.

"UU Dikti dibentuk berdasarkan asas kebenaran ilmiah, penalaran, kejujuran, keadilan, manfaat, kebajikan, tanggung jawab, keterjangkauan dan kebhinnekaan. Dari situ terlihat bahwa UU tersebut mengakomodir semua menyangkut persoalan pendidikan, sehingga mestinya tidak perlu disalahtafsirkan,'' kata perwakilan Dirjen Dikti, Prof. Dr. Ir. H. Munir, dalam keterangan tertulisnya, saat menjadi pemateri dalam seminar nasional beberapa waktu lalu di Unhalu.

Dikatakan, UU Dikti dilatarbelakangi keinginan pemerintah untuk memberi jaminan akses pengembangan tri dharma perguruan tinggi secara utuh dan kesetaran mutu pendidikan di berbagai aspek. Juga memastikan tanggung jawab negara serta menghindari liberalisasi dan komersialisasi pendidikan tinggi.

"Pendidikan tinggi punya peran vital dalam kemajuan bangsa. Salah satu fungsinya, mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jika peran itu tidak berjalan maksimal, dipastikan kemajuan bangsapun ikut terhambat, sehingga memang butuh regulasi untuk mengatur itu, supaya berjalan sesuai harapan," ujarnya.

"UU Dikti dibentuk untuk menjawab tantangan pendidikan dimasa mendatang. Tujuannya hanya satu, meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, sehingga diharapkan kerjasama dari semua pihak, agar regulasi ini bisa berhasil," tandasnya.

KendariNesws.Com