PERINGATAN! DILARANG MEROKOK DI RUANGAN LOBI, RUANGAN KANTOR DAN RUANGAN KULIAH DI LINGKUNGAN UNIBERSITAS HALUOLEO
Upload by adm1n on 2012-09-28 09:06:54
Undang-undang Pendidikan Tinggi (UU Dikti) disahkan oleh DPR pada tanggal 13 Juli 2012. Supaya tidak terjadi kesalahpahaman dalam menyikapi pemberlakuan UU baru tersebut, perlu disosialisasikan dengan baik kepada perguruan tinggi di nusantara. Sosialisasi UU Dikti dibuka Rektor Unhalu, Prof. Dr. H. Usman Rianse, MS., di Auditorium Mokodompit Unhalu. Selain melibatkan moderator Milwan Lukman yang juga Dirut PT Media Kita Sejahtera, acara ini menghadirkan sejumlah pembicara dari Dikti. Salah satunya adalah Anwar Arifin, Pendamping Ahli Pembentukan UU Dikti.

Saat sosialisasi, terungkap bahwa UU Dikti hadir dalam rangka menjawab persoalan daya saing bangsa yang saat ini berada pada urutan 50 dari 144 negara. Bahkan, Indonesia lebih rendah dibandingkan Thailand yang berada pada posisi 38. Itu sesuai dengan data Forum Ekonomi Dunia 2012/2013.

"Daya saing tersebut tak lain ditentukan oleh produktivitas dan inovasi suatu negara termasuk sektor pendidikan tinggi untuk mendorong pendapatan dan memastikan mekanisme-mekanisme yang solid," papar Anwar Arifin.

Untuk itu, lahirnya UU Dikti pada (10/8). UU ini sangat diharapkan dapat meningkatkan daya saing Indonesia. Hal itu dilakukan dengan mendorong intelektual dan ilmuwan indonesia menjadi produsen ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek).

Sebagai pengembangan Iptek, berlaku kebebasan akademik, kebebasan mimbar, dan otonomi keilmuwan yang dilakukan oleh civitas akademika melalui pembelajaran dan penelitian yang harus dilindungi dan difasilitasi oleh perguruan tinggi. Dengan demikian dosen sebagai ilmuwan memiliki tugas untuk mengembangkan suatu cabang ilmu pengetahuan atau teknologi dan menyebarluaskannya. Dosen juga diwajibkan untuk menulis buku atau atau buku teks baik perorangan atau kelompok yang kemudian dipublikasikan oleh perguruan tinggi.

"Ini bertujuan untuk mendorong dosen sebagai ilmuwan untuk membiasakan diri menjadi produsen Iptek, bukan sebagai konsumen Iptek," imbuhnya.

Agar intelektual dan ilmuwan Indonesia mampu tampil sebagai produsen Ipek, maka dana penelitian dinaikkan 30 persen dari dana bantuan perguruan tinggi negeri (PTN) untuk membiayai penelitian di PTN dan PTS. Karenanya, hasil penelitian dosen dan mahasiswa yang diterbitkan dalam jurnal internasional memperoleh paten yang dimanfaatkan oleh industri, teknologi tepat guna atau buku yang digunakan sebagai sumber belajar diberi anugrah yang bermakna oleh pemerintah.

Dikatakan Anwar Arifin, UU Dikti ini bukan hanya memfasilitasi dosen, tapi juga mahasiswa dan calon mahasiswa dengan menggunakan prinsip keadilan proporsional yang hanya memperbolehkan memungut biaya oleh perguruan tinggi berdasarkan kemampuan ekonomi. Bahkan pemerintah harus menanggung biaya calon mahasiswa yang mengikuti penerimaan secara nasional. PTN juga wajib mencari dan menjaring calon mahasiswa yang memiliki potensi akademik tinggi tapi tidak mampu secara ekonomi, termasuk mahasiswa dari daerah terdepan, terpencil, terluar, untuk diterima minimal 20 persen dari seluruh maba yang diterima dan tersebar di Prodi. Hal ini tertuang dalam pasal 74 UU Dikti.

"UU Dikti merupakan perwujudan politik pendidikan tinggi Indonesia. Hal ini sebagai upaya untuk mendorong para intelektual dan ilmuwan agar tampil sebagai produsen Iptek yang keatif, inovatif, dan produktif sekaligus menghentikan kebiasaan menjadi konsumen Iptek," tukas Ketua Dewan Pembina Asosiasi Profesor Indonesia itu.

KendariNews.com


Berita Lain:

Universitas Haluoleo
Gedung Rektorat Lt. 1
Kampus Hijau Bumi Tridharma
Anduonou Kendari, 93132
Telp: 0401-3190105
Fax: 0401-3194108
Email: info@uho.ac.id

 

 
Copyright © 2012 UPT. Teknologi Informasi dan Komunikasi
Universitas Haluoleo, Kendari
Indonesia 93231